Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Oleh : I Made Chandra Arya Putra
Ulf Hannerz, seorang antropolog, mengatakan bahwa budaya ada pada tiga lokasi: kepala, wujud nyata, dan interaksi antar manusia. Konsepsi, keyakinan, dan kepercayaan adalah “budaya” yang ada di dalam kepala manusia. Konsepsi dan keyakinan ini kemudian diwujudkan dalam produk nyata berupa kesenian ukir, kesenian musik, kesenian patung, dan salah satunya adalah budaya ogoh-ogoh masyarakat budaya Bali. Konsepsi budaya ini kemudian disebarkan dan mengalir melalui interaksi dan berbaur dengan konsepsi budaya lain.
Culture (budaya) berasal dari kata cultura yang bersinonim dengan istilah cultivation (pembudidayaan) (Risager, 2006). Dalam istilah dasarnya, culture merupakan kegiatan pembudidayaan pikiran manusia agar berbudi dan memiliki nilai kebajikan. Kemudian, pada abad ke-19 berkembang sebuah pemahaman bahwa orang-orang yang memiliki nilai kebajikan ini akan mencapai puncak pencapaian saat mereka bisa mewujudkan nilai dan keyakinannya dalam wujud simbol kesenian. Sehingga, wujud simbolisasi eksternal selalu membawa nilai-nilai luhur dalam suatu budaya. Salah satu simbolisasi eksternal budaya adalah kesenian patung dalam wujud ogoh-ogoh.
Ogoh-ogoh adalah karya seni patung yang diarak sebagai bagian dari tradisi pengerupukan sebelum perayaan hari besar Nyepi. Ogoh-ogoh selalu mengambil wujud raksasa sebagai simbol dari bhuta kala. Karya seni patung ini kemudian dibakar pada saat sandi kala (petang). Proses pembuatan, pengarakan, dan pembakaran ogoh-ogoh adalah wujud simbolisasi eksternal budaya Bali. Lantas, nilai luhur apa yang terkandung di dalam kesenian ogoh-ogoh mempertimbangkan perspektif dari Hannerz?
Ogoh-ogoh, dalam pikiran masyarakat adat Bali, adalah “segala sesuatu” yang bersifat kuat, tak terbantahkan, dan sering tak terkendali yang membuat keseimbangan alam semesta menjadi terganggu. Hal ini kemudian harus dimusnahkan agar pelaksanaan Catur Brata Penyepian menjadi damai dan tentram. Hasil dari nilai budaya seperti ini kemudian diwujudkan dalam bentuk simbolisasi pengarakan dan pembakaran. Ogoh-ogoh diarak, diakui keberadaannya, lalu dibakar. Kita harus mengenal segala sifat buruk dalam diri hingga pada akhirnya harus memusnahkan hal itu.
Akhir kata, ogoh-ogoh dalam bentuk karya patung ada dalam eksternalisasi dunia, dalam wujud aslinya yang bisa diproses oleh panca indera. Namun, jauh lebih dalam, “ogoh-ogoh” ada dalam setiap kepala manusia. Bersemayam dalam wujud sifat buruk yang harus kita kenali namun pada akhirnya harus kita musnahkan untuk keseimbangan alam mikro dan makro.
Tentang Penulis
Sebagai seorang lulusan pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Mataram, ia sangat tertarik kepada pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Bukan hanya mengajar, ia aktif mengkritisi model pembelajaran berdasarkan teori linguistik yang ia dapatkan melalui hasil diskusi, membaca artikel, atau bahkan meneliti sendiri. Baru-baru ini, penelitiannya dalam bidang linguistik berhasil mengembangkan teori akomodasi komunikasi dan diabadikan dalam editor’s list sebagai salah satu artikel yang berkontribusi besar dalam bidang tertentu. Arya, panggilan akrabnya, dapat disapa melalui beberapa media sosial:
Instagram: aryathemselves
Facebook: Made Chandra Arya Putra