Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

Bukit Merese Emang Cakep, Tapi Ada Tiga Hal Yang Bikin Ganjel

Oleh: Muhammad Ibnal Randhi

Pulau lombok merupakan salah satu tempat wisata yang banyak diminati oleh berbagai wisatawan lantaran panorama alamnya yang menajubkan. Salah satu destinasi yang menawarkan keindahan bukit beserta pantai yang menjadi background utamanya yakni “Bukit Merese”.  Bukit ini berlokasi di Kuta Mandalika, Lombok Tengah, sekitar 1 jam 30 menit jarak tempuh dari Kota Mataram. Selain terkenal oleh pemandangan pantainya, dari atas bukit kita juga bisa melihat lintasan moto GP yang menjadi iconic di Indonesia.

Tetapi, meskipun bukit ini disuguhkan oleh berbagai keindahannya, hal tersebut tidak sebanding dengan ekspetasi. Berikut 3 alasan yang harus dipertimbangkan terlebih dulu jika hendak berlibur ke bukti Merese:

#1 Akses Jalan yang kurang proper

Salah satu asalan yang kerap jadi pertimbangan untuk berlibur ke bukit Merese adalah karena akses jalannya. Memang terdapat dua jalur yang memungkinkan menuju lokasi yakni jalur “Sengkol” dan jalan “Tol Bypass”. Namun tetap saja memberikan kesan tidak aman, kadang juga menakutkan bila hendak melewati dua jalur ini.

Pertama jalan Tol Bypass yang seringkali dijadikan rute utama bila hendak berkunjung ke bukit Merese. Alasannya karna sepanjang jalan kita akan dimanjakan oleh pemandangan bukit, jalan yang bagus serta minimnya kelokan. Namun bila di malam hari, rute ini sangat dihindari oleh wisatawan sebab pengelolaan  jalan yang kurang. Minimnya penerangan, tidak ada pos keamanan, jauh dari pemukiman, serta kurangnya SPBU membuat perjalanan menjadi sangat berisiko. Tidak heran dengan segala keterbatasan fasilitas, rute ini kerap diisukan sebagai tempat perampokan terhadap wisatawan.

Kedua rute “Sengkol”. Rute ini bisa meminimalisir ketakutan para pengunjung. Sebab di beberapa titik terdapat pemukiman warga serta penerangan yang cukup. Namun tetap harus waspada karna rute ini tidak semulus rute Bypass. Dengan kondisi aspal yang berlubang, sempit, dan banyak dilalui kendaraan besar menjadikan rute ini sangat rawan terjadi kecelakaan. Jalannya yang berkelok terutama didaerah Kuta, sering kali membuat pengunjung sulit untuk mengetahui arah. Bukan itu saja, digadang-gadang rute ini sedikit lebih jauh dibandingkan melalui rute bypass.

Tertuju pada akses yang kurang efektif ini, selayaknya pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap sentral parawisata khususnya bukit merese yang menjadi iconic wisata Lombok Tengah.  Misalkan pemberian fasilitas, menyajikan pos keamanan di beberapa titik dan rekonstruksi kondisi jalan mampu menjadi upaya yang  dilakukan demi kenyamanan serta keamanan para wisatawan.

#2. Banyak Hewan Tidak Terurus

Masalah lain yang turut menyumbangkan kesan ketidaknyaman adalah pengelolaan satwanya. Seperti kebanyakan tempat wisata lain, kehadiran “hewan” yang tak terurus, menjadikan bukit Merese sebagai tempat yang merugikan. Karena tidak sedikit dari pengunjung kecolongan barang bawaannya, terlebih-lebih makanan yang sering kali di ambil “monyet” bila pengunjung lengah dari pengawasan. Belum lagi hewan ternak yang sengaja dibiarkan berkeliaran oleh pemilikinya. Memang menambah kesan indah, namun disisi lain menggangu pandangan sebab kotoronnya yang berserakan dimana-mana dan dibiarkan begitu saja.

Seharusnya pengelola selain menjaga tempat wisata, hendaknya juga menilik kondisi hewan seperti mengandangi atau memberikan pakan agar tidak merampas makanan pengunjung.

#3. Terjadinya Prilaku Keculasan

Alasan terakhir yang krusial apabila ingin berlibur ke bukit Merese yakni “tidak sefleksibel” dulu. Misalkan sebelumnya para pengunjung hanya membayar tiket masuk dan diperbolehkan membawa kendaraannya sampai ke atas bukit lalu parkir disana.

Namun sekarang batas akses menuju bukit cuman bisa mentok sampai bawah. Hal ini dikarenakan pemerintah setempat tidak mengizinkan area atas dijadikan sebagai tempat parkir, takut merusak pandangan pengunjung terhadap bukit Merese. Alih-alih di patuhi, beberapa warga malah memakirkan kendaraan mereka melewati batas yang diizinkan. Tidak untuk pengunjung yang diharuskan berjalan kaki melalui rute yang menanjak serta lumayan jauh dari area parkir.

Apapun yang sedang terkenal dan serasa bisa mengahasilkan pundi-pundi rupiah, mereka akan jadikan sebagai lapangan pekerjaan. Oleh sebab itu, melihat kesempatan ini sebagian warga menawarkan jasa ojek yang dikenakan “tarif” berbeda atau naiknya beda, turunnya juga beda. Akibatnya, disatu sisi menguntungkan bagi pengelola, namun merugikan bagi pengunjung karena harus mengeluarkan kocek tiga kali yakni bayar tiket masuk dan ojek.

Oleh karnanya, menilik kondisi yang terjadi pada masyarakat tidak sepatutnya untuk di salahkan. Lantaran ketatnya persaingan serta minimnya skill yang dimiliki oleh masyarakat lokal membuat peristiwa keculasan sering terjadi. Dengan demikian perlunya pemerataan SDM seperti memberikan ruang pelatihan balai kerja, serta memberikan tunjangan upah untuk para pengelola tempat wisata, merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah setempat. Sehingga tidak hanya sebatas memajukan sektor parawisata saja, melainkan memakmurkan SDM yang ada di lokasi tersebut.

Tentang Penulis

Muhammad Ibnal Randhi, hobi membaca dan bertualang. Teruslah membaca! Tak ada manusia yang terlahir dengan pintar. Bisa dihubungi melalui media sosial Instagram : @ibnalrnd_

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *