Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Oleh : Alya Raudatul Aini
Desas – desus akan penyihir merajalela bagaikan angin berhembus. Getok tular masyarakat yang sangat kental membuat sebuah momok menyeramkan masyarakat. Menganut aliran setan adalah dosa besar.
Aneira, gadis kecil pembawa bunga Peony setiap pagi. Keinginan tahunya akan sebuah alam semesta seperti bagaimana dunia ini tercipta? Bagaimana bisa manusia tercipta? Bagaimana dengan bintang – bintang di langit? Apakah benar jika bumi merupakan pusat tata surya karena sebuah kesucian?
Fundamentalis dan rasional menjadi perperangan yang menimbulkan sebuah pemahaman yang dianggap sebagai domba yang tersesat karena tidak sesuai dengan ajaran. Bagi yang tidak sesuai dengan ajaran akan dianggap domba yang tersesat dengan diberi hukuman penjara rumah hingga dibakar hidup – hidup.
Pada abad ke – 16, semenjak Reformasi Protestan, yang melahirkan Protestantisme, dipicu oleh ketidakpuasan terhadap praktik dan doktrin Gereja Katolik, serta oleh munculnya pemikiran baru yang menantang otoritas kepausan. Muncul sebuah keyakinan jika adanya ilmu sihir. Hal ini disebabkan karena perubahan pola pikir masyarakat Eropa semenjak perseteruan mulainya protestan dan katolik.
Bahkan pada pagi ini, Aneira membawa bunga Peony hasil ladang untuk ia jual di pasar. Selama perjalanannya ke pasar, sebuah pemikiran akan bagaimana bisa kita hidup? Bagaimana bisa bumi menjadi pusat tata surya? Di matanya memang jika bulan dan bintang seolah bergerak dan bumi hanya pada posisinya. Namun apakah itu benar – benar terjadi?
Saat di pasar, ia terus menjajakan bunga miliknya. Terlepas kegiatan sehari – harinya, gadis itu masih terpaku akan bagaimana dunia berjalan semestinya.
Bahkan dengan lugasnya bertanya kepada sang Ibu tentang isi pikirannya. ”Apakah benar jika bumi merupakan pusat alam semesta?”
Si Ibu tentu saja terkejut, ini bukanlah sebuah keburuntungan akan peningkatan kepintaran tapi ini adalah sebuah pertanda yang buruk. Memiliki pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja katolik adalah sebuah kesesatan yang besar.
Paham akan geosentrisme sangatlah kental. Bertentangan dengan paham itu tentu akan dianggap menjadi seorang yang menyembah iblis karena tidak sesuai dengan ajaran.
”Jangan pernah berpikir seperti itu! Hapus semua pertanyaanmu itu. Demi Tuhan kamu bagaikan domba yang tersesat!”
Aneira hanya mampu terdiam setelah bentakan dari ibunya. Ia masuk ke dalam rumah dengan lesu, semua semangatnya seolah hilang begitu saja saat ekspetasi akan tanggapan orang sekitar yang jauh dari realita.
Bagaimana bisa itu dianggap sebagai penghianat? Wajar saja jika kita bisa mencari hal yang luas lagi, bukan? Ia mulai mengambil sebuah lembaran usang dengan tinta. Belajar menulis secara diam – diam dengan segala kemampuan untuk menjabarkan bagaimana isi hatinya, risah.
Di saat kegundahan hatinya akan rasa ingin tahu yang tinggi, seorang wanita bertudung hitam menatapnya dari balik jendela lalu mengetuk pelan. Ada rasa takut menghantui akan kehadiran wanita yang tiba – tiba. Namun wanita itu memberikan senyum ramah dengan bunga Peony yang ia pamerkan membuat remaja itu menjadi salah fokus.
Dia ingat, wanita ini pernah membeli bunga Peony miliknya. Lantas dengan perlahan membuka jendela sehingga tidak ada penghalang antara ia dan wanita asing ini.
”Gadis kecil, aku membaca pikiranmu…”
Penyihir! Satu kata untuk mengungkapkan akan kesannya pada wanita ini. Namun wanita itu hanya mampu tertawa kecil sejenak akan raut ketakutan dari gadis di depannya.
”Penyihir,” desis Aneira sambil menodongkan ujung pena yang terbalut tinta hitam. Merasa akan ancaman membuat gadis itu menjadi tidak ramah.
”Aku bukan penyihir. Ada namanya membaca raut wajah.”
“Raut wajah apa?” Aneira menjadi sangat bingung dengan kalimat asing yang dikatakan wanita itu. Bagaimana bisa ia mengelak bukan penyihir jika meramal ia sangat lihai bahkan membaca pikiran. Penyihir seorang penyembah Iblis yang menentang kekuatan Tuhan.
”Raut wajah, aku melihat ekspresi wajahmu yang tampak memiliki beban besar. Apakah benar?”
Remaja itu terkesima, bagaimana bisa wanita ini bisa tahu akan isi hatinya hanya karena sebuah ekspresi wajah. Bagaimana bisa itu bekerja?
Wanita itu hanya tertawa sebagai ungkapan. Ia menjelaskan jika tidak perlu ada namanya ilmu sihir untuk tahu apa dan bagaimana manusia itu hidup. Hanya melihat sama halnya dengan mempehatikan ekspresi wajah kita di cermin.
Bahkan wanita memiliki banyak hal yang ia tahu. Bahkan salah satu pertanyaanya tentang hukum bumi yang menjadi pusat tata surya. Wanita ini meskipun terlihat gila, tidak bermoral, dan jauh dari kata paham akan nilai sosial. Tapi perkataannya masih bisa diterima logika.
”Bumi bukanlah pusat tata surya. Kalian para manusia bodoh, jika dengan lantang kupersembahkan. Esok hari kau akan melihatku terbakar hidup – hidup,” jelasnya dengan nada kasar.
”Kenapa?”
Wanita itu lagi – lagi tertawa. Mereka memegang keras teori geosentrisme. Sebuah teori yang menganggap jika bumi adalah pusat tata surya, sehingga matahari, venus, dan jupiter mengobrit pada bumi sebagai tata surya. Tapi jika ada yang berbeda pendapat tentu sebuah penyimpangan nilai religi yang besar.
Dicap penyihir atau bahkan sebagai penentang Tuhan dengan dosa besar. Harus dihukum sekeji – kejinya.
”Kau lihat, bulan itu!” Remaja itu menoleh dengan cepat ke arah salah satu bintang yang paling terang pada malam menguasai. Wanita itu dengan cepat tertawa terbahak – bahak dengan keras tanpa merasa takut jika ada yang menguping dan menybar berita berbahaya.
”Bintang yang kau maksud itu memang menjadikan bumi sebagai pusat. Bintang matahari… sebuah pertentangan yang sulit dipercaya.”
Remaja itu menatapnya bingung. Bagaimana bisa wanita ini bisa berbicara seliar ini? Apakah dia tidak takut akan gagasannya yang membawa penyimpangan di mata sosial. Pihak gereja pasti akan marah besar.
Mereka pemegang legalitas dalam hal yang berbau moral. Aneira hanya mampu menggelengkan kepalanya. Merasa tida perlu percaya dengan wanita liar sama saja menjuruskan pada suatu hal yang sesat.
”Kamu pernah mendengar tentang heliosentrisme?” bisiknya lalu tertawa kecil. Namun gadis itu menggelengkan kepalanya.
”Menyatakan jika matahari adalah pusat tata surya. Secara jelas dengan teleskop yang ada, harusnya secara akurat bisa memperhatikan gerakan planet yang ada. Lihat! Dengan mata telanjangmu itu apakah kamu mampu menatap bagaimana benda – benda kecil itu berlari?”
Ia menggelengkan kepalanya yang membuat wanita itu semakin tertawa keras. Tidak peduli moral akan tata krama, ia lebih suka mengungkapkan bagaimana dirinya blak – blakkan.
Tidak heran kenapa ia disebut Jalang oleh tetangga – tetangga kasar itu. Siapa yang peduli? Selama tidak mencuri, tidak berzina apakah ada yang mampu memberikannya sebuah hukum secara tertulis?
”Para Paus itu sangat keras kepala, aku tidak sepenuhnya mengaku jika paham akan geosentrisme yang mereka pegang erat, padahal tidak akurat mereka melakukan pergerakan planet. Bahkan fase venus mengobrit matahari bukan bumi, hahaha mereka para tua – tua.”
”Aku tidak paham,” ungkap remaja itu setelah banyak panjang lebar wanita itu terus mengoceh tanpa henti. Apakah memang benar jika bumi bukan pusat tata surya? Apakah ternyata matahari sebagai tata surya yang sebenarnya?
”Gadis kecil bodoh! Kamu selalu bertanya tentang tata surya tapi bagaimana kamu tidak paham dengan semua ini!?” Ia berdecak keras lalu memalingkan wajahnya karena merasa sangat jengkel.
”Kau tidurlah! Otak kecilmu tidak paham bagaimana mereka bekerja untuk paham akan bagaimana dunia ini bekerja.”
Wanita pergi begitu saja tanpa menunggu sebuah jawaban dari gadis itu. Aneira menjadi sangat penasaran akan siapa wanita gila itu? Bagaimana ia bisa berkata dengan vulgar seperti itu!? Jika didengar masyarakat banyak, ia hanya dicap sebagai wanita gila atau bahkan wanita yang sedang mendalami ilmu sihir.
***
Esok paginya, keadaan pasar masih ramai. Bahkan semakin matahari naik, tingkat kunjungan semakin banyak. Gadis dengan Peony mencoba untuk menjual semua hasil kebunnya. Setidaknya ia harus berusaha untuk satu koin perak saja.
Namun seorang wanita yang ia lihat tadi malam berjalan ke arahnya sambil tersenyum lebar. ”Gadis Peony, bagaimana tidurmu? Apakah dongengku tadi malam sangat indah!?”
Seperti sebuah kebiasaan ia akan tertawa keras sehingga banyak pengunjung mulai melirik karena mendengar suara kerasnya. Beberapa diantara mereka berdesis kesal karena terganggu bahkan ada yang mengunjing karena merasa seharusnya wanita menjaga adabnya. Namun wanita gila itu tidak peduli sama sekali.
”Jalang itu bukannya tidak pernah menikah?”
Wanita itu melirik akan pertanyaan itu. Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas karena merasa ini semua lucu. ”Aku memang jalang, apakah akan membawa dampak buruk untuk hidupmu?”
Lawan bicaranya tampak terkejut. Tidak menyangka jika wanita gila, seorang jalang liar akan membalasnya. Benar – benar iblis karena tata krama yang buruk, bahkan jalang ini tidak menikah. Apakah ia seorang penyihir!?
”Kau! Penyihir!”
Semua orang memusatkan pandangannya pada si jalang yang hanya santai tanpa merasa khawatir sedikitpun. Bahkan senyumnya lebih mengembang dari sebelumnya membuat masyarakat sekitar berbisik ria.
”Wahai wanita! Bagaimana bisa kau membawa iblis pada dirimu!?” Salah satunya berseru membuat suasana semakin panas.
”Aku bahkan tidak membawa iblis, kalian sangat lucu sekali. Sok suci, suka menuduh, bahkan mengunjing,” balasnya mengejek yang semakin mematik kemarahan masyarakat yang semakin membara.
Banyak di antara mereka berteriak jika wanita itu adalah jalang yang membawa iblis di tubuhnya. Membawa kesesatan besar. Apakah ia yang membuat kebanyakan di antara kami gagal panen?
”Kau iblis! Kau pasti yang membuat kekeringan di beberapa wilayah, bukan? Bahkan saat malam kemarin aku bersaksi melihatmu di sana, pasti kau yang menebar ilmu jahatmu untuk membuat kami kelaparan!”
Aneira menatap seorang wanita yang berteriak, apakah dia tahu jika wanita itu hanya lewat ke rumahnya dan diam sejenak untuk bercerita panjang lebar? Atau memang benar jika wanita ini penyihir?
Si jalang hanya terkekeh pelan, ia mengungkapkan jika dirinya bukan seperti itu. Hanya bertamu sebentar untuk mengungkapkan jika kita memiliki matahari yang menjadi pusat tata surya, bukan bumi.
Sontak mereka berseru panas. Bagaimana jalang ini bisa berpikir seperti itu? Atas dasar apa ia mengungkap gagasan itu!? Tidak berlandas teori dan sangat tidak masuk akal. Namun tanpa mereka sadari jika itu adalah sebuah kenyataan, bukankah pihak gereja memiliki daftar buku yang dihitamkan secara nyata? Bukunya bahkan yang dia jadikan sebagai dasar untuk mengungkapkan semuanya.
”Dia benar – benar penyihir! Bawa jalang pembawa iblis ini!! Musnahkan, dia sudah membawa kekeringan bahkan mulai menghasut!”
Teriakan masa mulai menggema. Membawa si wanita jalang untuk diadili dan disidang oleh pemuka gereja untuk diberikan hukuman yang setimpal akan perbuatan mereka. Namun ada gadis yang membawa bunga Peony – sedari tadi mampu terdiam bisu tanpa bisa berkata apapun.
Balik lagi pada si jalang pembawa iblis. Harus disidang untuk mengakui semua kebenaran jika ia merupakan sebuah penyihir. Sayangnya sebuah siksaan harus ia alami untuk mengakui. Sebuah proses pengadilan untuk membuat mereka mengakui. Sayangnya si jalang tidak mau mengakui karena memang ia bukanlah seorang penyihir.
Sampai, hukuman dijatuhkan kepadanya. Di bakar hidup – hidup. Si jalang hanya mampu terkekeh pelan. Sangat pelik sekali menjadi wanita pada zaman pertengahan ini, di saat perburuan penyihir menjadi sebuah keharusan swhingga pemahaman akan segala buruknya berasal dari perempuan.
Sebelum ia dibakar, si jalang itu berkata dengan lantang. ”Sesungguhnya kalian hanya segerombolan egois yang lebih tidak bermoral. Aku perempuan namun segala buruknya tidak perlu melihat apakah perempuan.”
”Penyembah iblis sepertimu hanya seorang pendusta!”
Si jalang tertawa keras mendengarnya. ”Dasar sok suci. Siapa pendusta sebenarnya? Kalian memang egois. Bakar saja aku, jika memang kepurukan wilayah berasal dariku berpestalah. Namun jika gagal, kalian adalah segerombolan pendusta itu sendiri!”
Pada akhirnya ia tetap dibakar hidup – hidup. Ketakukan akan seorang penyihir yang dianggap membawa krisis lingkungan membawa pembantaian besar – besaran. Bahkan mayoritas perempuan menjadi target utama karena dianggap lemah dan mudah dihasut sesuatu yang gaib.
Keras hidup wanita pada zaman pertengahan di eropa menjadi saksi bagaimana kurangnya kesetaraan akan hak manusia. Sebuah kebodohan nyata jika perbuatan yang dilakukan berlandasan rasa takut tanpa kebenaran yang nyata.
Tentang Penulis
Alya Raudatul Aini. Lahir di Gerunung Praya, penulis muda yang aktif menulis di aplikasi novel online seperti wattpad. Berhasil menerbitkan novel pertama “Ana or Anara” pada tahun 2025. Sedang menempuh pendidikan di Universitas Mataram jurusan Hubungan Internasional. Bisa disapa melalui akun Instagram: @alyaaraini.